Hanya saja fogging di desa tersebut diwarnai pungutan liar (pungli) bervariatif mulai Rp 2500-3000 setiap kepala keluarga (KK). Padahal fogging permintaan tersebut seperti yang tertuang dalam Peraturan bupati (perbup) No 67 Tahun 2001 fogging maksimal bisa ditarik dari masyarakat Rp 3500.
Namun fakta yang terjadi pemfoggingan di desa tersebut ditarik melebihi ketentuan yang ada, setiap kepala keluarga dikenakan Rp 5000-6000 setiap KK, sehingga ada selisi rp 2500-3000.
Kondisi yang demikian itulah, membuat warga Sukobendu khusunya memprotes kebijakan yang dilakukan oleh petugas. "Lazimnya sesuai aturan permintaan fogging untuk mengantisipasi penyebaran nyamuk demam berdarah maksimal sebenarnya kan Rp 3500, tapi kenapa ditarik lebih dari itu," tanya Olan, Ketua RT 1 Rw 2 desa setempat.
Di wilayah RT nya, sedikitnya ada 765 KK yang mengikuti fogging, sementara di wilayah Rt lainya kurang lebih jumlahnya 450 KK, namun di wilayah kampung RT sebelah ini malah warga dibebaskan dari biaya karena ada kasus demam berdarah.
"Memang warga di RT sini meminta agar dilakukan penyemprotan fogging untuk mengantisipasi adanya penyebaran nyamuk demam berdarah, namun kenapa ditarik lebih dari ketentuan inikan namanya pungli," keluh Olan setengah kesel kepada di lapangan.
Terpisah Kepala Dinas Kesehatan dr Vida Nuraida tidak membantah kalau biaya fogging seperti dalam aturan Perbup, maksimal boleh ditarik hanya Rp 3500, selebihnya itu bukan menjadi tanggung jawab dinkes.
"Itu bisa ditanyakan kepada petugas di lapangan yang bekerja sama dengan pemerintah setempat yang jelas sesuai dengan perbu tidak boleh menarik melebihi Rp 3500," jawabnya. Jr/sg
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !