Jakarta, — Dosen FISIP Universitas Nasional, Ma'mun Murod,
menanggapi kasus penghinaan bendera Merah Putih yang terjadi di Lamongan
merupakan suatu upaya pembentukan opini yang tidak bermutu. Ma'mun juga
menanggapi kasus tersebut merupakan rekayasa yang sengaja dibuat untuk
pengalihan isu atas kasus-kasus besar yang terjadi akhir-akhir ini.
"Ini
pola pembentukkan opini yang tidak mutu. Ketika ada kasus besar yang
menyeret orang besar selalu dicari pengalihan isu dengan isu-isu atau
fakta yang direkayasa," ujarnya kepada Aktual.co, di Jakarta, Kamis
(5/9).
Karena sekarang menurut Ma'mun, isu
teroris sebagai bentuk pengalihan isu sudah tidak manjur. Maka
dimunculkanlah dua hal yang begitu sensitif, yaitu terkait dengan DI/TII
yang disimbolkan bulan sabit dan PKI yang disimbolkan Palu Arit.
Sebagai
informasi telah terjadi penghinaan terhadap simbol negara, yaitu
pencoretan atau penambahan gambar di bendera Merah Putih yakni Bulan
Sabit dan Palu Arit. Saat ini Polisi masih memburu dua orang misterius
pelaku penghinaan tersebut.
"Memang benar kita
menemukan bendera Merah Putih digambari Bulan Sabit, dan Palu Arit
disilang. Untuk pelaku sendiri masih dalam penyelidikan," kata Kasubbag
Humas Polres Lamongan, Jawa Timur, Ajun Komisaris Polisi Umar Dami,
Selasa (4/9).
Dijelaskannya, penemuan bendera
Merah Putih bergambar itu terjadi di sebuah warung lesehan milik
Nurhasim di kawasan Paciran Lamongan, Senin malam lalu.
Menurut
pernyataan dari pemilik warung, Nurhasim, sempat mencurigai dua orang
dengan berboncengan motor berhenti dan berada di warungnya.
"Saat
dihampiri, kedua orang itu kemudian melajukan motornya dan menghilang.
Saat itu pemilik warung tidak menaruh curiga apa-apa," ujar Umar.
Esok
harinya, Nurhasim baru menyadari setelah melihat bendera yang berkibar
di warung miliknya tertera gambar Bulan Sabit, Palu Arit, Salip dan
Bintang Segi Lima. Serta terdapat tulisan "Yang Kuinginkan hanya
Kemerdekaan," dan kalimat lainnya, "Aku Tak Butuh Bendera Ini."
"Itu setelah dia menurunkannya, kemudian melaporkan ke perangkat desa dan diteruskan polisi," katanya.
Jika
tertangkap dan terbukti melakukan penghinaan terhadap simbol-simbol
negara, pelaku bisa dikenai saksi melanggar pasal 154 KUHP dengan
ancaman penjara maksimal empat tahun. Bendera itu sudah diamankan di
kantor polisi sebagai barang bukti.
Nur Lail -
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !