Lamongan: Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur terus mengembangkan pengusutan kasus dugaan korupsi Lamongan Integrated Shorsbase (LIS) atau pelepasan lahan untuk proyek pelabuhan di Lamongan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, kali ini Kepala Inspektorat Kabupaten Lamongan, Ismunawan, Senin (22/10/2012) giliran dipanggil ke Kejati Jatim untuk diperiksa. Ismunawan sendiri merupakan salah seorang anggota panitia C atau panitia pembebasan lahan untuk proyek LIS Lamongan. Dalam proyek tersebut, Ismunawan dan panitia C lainnya adalah kuasa pengguna anggaran.
Salah seorang narasumber LICOM di bagian Pidana Khusus (Pidsus) Kejati, membenarkan adanya pemeriksaan tersebut. Diungkapkannya, di salah satu ruang pidsus memang benar ada pejabat Lamongan yang sedang diperiksa sejak pukul 11.00 WIB. Namun, terkait siapa pejabat Lamongan tersebut, dia tidak mau memberi tahu.
“Iya ada pejabat Lamongan sedang diperiksa sekarang. Tapi soal siapa orang ini, kita ngga bisa kasih tau,” ungkapnya singkat. Dan saat ditanya apakah orang tersebut Ismunawan, dia hanya tertawa sambil berlalu.
Hingga pukul 15.00 WIB, pemeriksaan belum selesai. Sementara, Kasipenkum Kejati Muljono menerangkan bahwa pihaknya tidak bisa mempublikasikan penyelidikan. “Diatur dalam KUHAP, penyelidikan itu belum boleh dipublikasikan. Nanti kalau sudah penyidikan baru bisa kita kabari,” jelasnya.
Sebelumnya, kasus yang mulai diselidiki sejak pertengahan Mei lalu tersebut menjerat nama Masfuk dan menjadikannya tersangka sesuai Surat Perintah Penyidikan (Sprintdik) yang dikeluarkan Kejaksaan Tinggi (Kejati) dengan nomor 676/0.5/FD.1/7/2012. Penetapan Masfuk sebagai tersangka diterbitkan satu setengah bulan setelah kasus ini mulai diselidiki.
Masfuk dianggap bertanggungjawab pada dugaan penyimpangan pelepasan lahan seluas 98 hektare lebih. Itu didasarkan pada Surat Keputusan (SK) Bupati nomor 188/563/Kep/412/013/2003 tentang biaya panitia pengadaan tanah yang dinilai menyimpang.
Di SK tersebut, anggaran pelepasan lahan yang ditetapkan dari APBD sebesar 10 persen dari nilai proyek. Padahal, sesuai Keppres Nomor 55 Tahun 1993 dan Keputusan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1994, batas biaya panitia untuk pengadaan tanah yang diperbolehkan hanya 4 persen. Dengan modal SK tersebut, penyidik mencium adanya praktik penggelembungan harga tanah alias mark up
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !